Rabu, 04 September 2019

Perkenalan diriku



Aku adalah seorang tunanetra yang dilahirkan pada tanggal 19 Mei 1993. Ade Saputra, itulah nama yang kemudian dilekatkan pada diriku. Nama itu diberikan oleh seorang Dokter yang bertugas di salah satu rumah sakit di kota Rantepau Tanah Toraja yang sekarang termekarkan menjadi Toraja Utara. Ketika usia kelahiranku genap beberapa hari, aku menjadi orang yang dapat melihat dunia ini dengan sempurna. Tetapi Allah SWT memberikan ujian terberat kepadaku. Secara tak sengaja, penyakit cacar kemudian merasukki mataku. Dan lama kelamaan, penyakit yang datang secara tiba-tiba itu membuat penglihatanku terrengut. “Ya Allah, apa sebenarnya yang Engkau inginkan dariku, mengapa Engkau memberikanku ujian seberat ini? Itulah do’a yang kupanjatkan ketika usia ketunanetraanku genap beberapa hari. Sebagai orang tua yang tak mau melihat anaknya mengalami penderitaan, maka mereka berusaha mencari jalan agar aku bisa melihat seisi dunia ini dengan sempurna. Mereka kemudian membawaku ke rumah sakit dimana aku dilahirkan untuk menemukan solusi itu. Tapi apa yang terjadi, harapan tinggallah harapan. Keinginanku untuk bisa melihat seisi dunia ini tak dapat terwujudkan setelah dokter mengatakan “Anak anda dapat melihat dengan jalan operasi”. Tetapi mereka tidak berputus asa. Mereka tetap menyayangiku sambil tetap berharap kepada Sang Khaliq. Di dalam sujudnya setiap shalat 5 waktu, mereka terus berdo’a agar Allah SWT senantiasa memberikanku ketabahan dalam menjalani ujian dalam hidup ini. Aku hanya duduk merenungi nasib dan sambil memegang beberapa permainan dengan menggunakan kedua belah tanganku, aku tetap terus berharap agar Sang pencipta alam semesta selalu memberikanku kekuatan dalam menjalani hidup ini. Hingga pada suatu ketika, di ruangan tamu yang sederhana itu, ayahku duduk di sampingku. Dan sambil mengusap-usap bahuku aku yang berusia 3 tahun bertanya dalam hati “Apakah ayah dan ibu tetap menerimaku sebagai bagian dari keluarga meskipun aku seorang tunanetra?” Ayahku dengan spontan menjawab “Kami tetap menerimamu meski kamu dalam keadaan tunanetra”. Ayahku melanjutkan perkataannya “Kamu harus bersabar. Ini adalah cobaan dari Allah SWT”. Kata ayahku sambil menyerubut kopinya.
Untuk menghilangkan rasa galau dalam hatiku, setiap ayahku ke Makassar, ia tak lupa membelikanku kaset-kaset ceramah koleksi Ustadz KH. Zainuddin MZ. Karena pada waktu itu aku sangat menggemari ceramah dari beliau. Dan setiap selesai Shalat Subuh, ayahku selalu memutarkan kaset demi kaset tersebut sehingga aku berusaha menghafalkannya. Dan pada tahun 2002, aku mulai didadak oleh pengurus Masjid besar Rantepau untuk mengisi ceramah Tarwih di bulan Ramadhan. Awalnya aku hanya menggantikan siapa yang tidak sempat mengisi ceramah tarwih. Tapi pada bulan Ramadhan tahun 2003, aku diberikan jadwal untuk mengisi ceramah Tarwih. Pada awal 2003, aku dipanggil oleh sepupuku untuk berangkat ke Negeri Jiran (Malaisia). Aku sangat senang menerima undangan itu. Aku berada di sana kurang lebih 2 bulan. Selama aku berada di Malasia, aku selalu bersama sepupuku berjalan-jalan. Bahkan ketika sepupuku pergi berjualan ke pasar, tidak lupa mereka mengajakku. Dan tak terasa aku sudah 2 bulan berada di Malasia. Aku harus pulang kembali ke Indonesia. Dengan menumpang perahu, aku bersama tanteku menyeberang dari pelabuhan Tawao menuju ke pelabuhan Tarakan. Dan aku bermalam di Tarakan selama 3 minggu. Setelah itu, aku berangkat dari pelabuhan Tarakan kembali ke Makassar.
Pada pertengahan tahun 2003, saat itu aku dan ayahku sedang berlibur ke Enrekang, waktu itu malam hari dan aku sudah tertidur lelap. Tiba-tiba aku bermimpi. Dalam mimpiku, aku sedang berada di rumah. Waktu itu pagi hari. Aku memandang keluar jendela. Aku melihat anak-anak sedang berjalan menuju ke sekolah. Saat itulah, timbulah keinginanku untuk bersekolah. Dan ketika pasca lebaran tahun 2003, saat itu ayahku sedang menuju ke Pasar Enrekang. Di sana, ayahku sedang melihat salah seorang tunanetra sedang memainkan keyboard. Saat itu ayahku tertegun melihat orang itu sedang memainkan alat musik itu dengan indahnya. Setelah ia memainkan keyboard, ayahku sedang berbincang-bincang dengannya. Dan dari situlah ayahku memperoleh gambaran bahwa ia adalah salah seorang alumni salah satu SLB di kota Makassar. Dan ia meminta agar aku dipertemukan dengan orang tersebut. Walhasil, minggu berikutnya aku dan ayahku berangkat dari “Panette’” menuju ke salah satu desa di bagian utara kabupaten Enrekang. Desa tersebut bernama “Galung”. Dan di desa tersebut sedang berlangsung kegiatan Halal-bihalal dalam rangka hari raya Idul fitri. Dan ketika kami baru tiba, ia sedang berlatih memainkan lagu-lagu qasidah. Karena pada malam harinya, ia dipercayakan untuk mengiringi perlombaan kasidah. “Inilah anak saya, ia juga seorang tunanetra.”. Kata ayahku menjelaskan. “Sekolahkan saja di Makassar, kebetulan ada salah satu sekolah ternama di Makassar namanya adalah YAPTI”. Tandas orang tersebut yang ternyata bernama Muhammad Arifin. “Apakah di sana anak-anak seperti anak saya akan berhasil?” Tanya ayahku kemudian. “Insya Allah. Bahkan ada salah seorang alumninya sudah menjadi PNS”. Kata arifin lagi sambil menekan tuts keyboardnya. Setelah berbincang santai, kamipun pulang kembali ke “Panette’”. Sebenarnya sebelum pertemuanku dengan Muhammad Arifin, aku sempat direncanakan akan dimasukkan di Pondok Pesantren. Tapi rencana itu gagal karena Pondok Pesantren yang terletak di Kabupaten Bone yang nama Pesantren itu aku tak tahu jelas namanya, hanya diperuntukkan untuk santriwati atau lebih dekenal dengan Pesantren Putri. Pada akhir tahun 2003, aku dan ayahku kebetulan sedang berlibur ke Makassar. Sembari menikmati liburan, ayahku kemudian mencari informasi tentang keberadaan sekolah yang menerima tunanetra. Awalnya, ayahku sempat bertandang ke SLB Cenrewasi. Tetapi, yang diterima di sana adalah jenis kedisabilitasan lain seperti Tunarungu, Tunagrahita dan Tunadaksa. Kemudian ayahku berkunjung ke SLB Tingkat Pembina Makassar yang berlokasi di JL. Daeng Tata Raya Makassar. Di sanalah ayahku bertemu dengan salah seorang tunanetra yang merupakan salah satu murit pertama di YAPTI. Ia bernama Bapak Irwan Jabbar. Dengan petunjuk dari beliau, akhirnya ayahku berhasil mendapatkan alamat SLB-A YAPTI Makassar. Bersama Pak Irwan, ayahku menuju ke SLB-A YAPTI Makassar yang berlokasi di JL. Kapten Piere Tendean, blog m. No.7 Makassar. “Disinalah SLB yang bapak cari”. Kata Pak Irwan sambil menunjuk ke arah sekolah. Setelah berpanjang lebar, ayahku dan Pak Irwanpun meninggalkan Sekolah tersebut. Setelah ayahku tiba di rumah, ia memberitahukan kepadaku bahwa “Kamu harus bersekolah. Ayah sudah mendapatkan sekolah yang cocok untuk tunanetra sepertimu!” Kata ayahku sambil membolak-balik koran yang sempat ia baca. Pada tanggal 30 Maret 2004, saya sempat dimarahi oleh ayahku. Waktu itu hujan turun. Dengan sisa-sisa penglihatan yang masih ku miliki, aku mengambil segayung air dan aku sempat menyiram orang yang sedang mengendarai sepeda motor. Dan karena ulah yang ku lakukan itu, ayah sempat memukulku dengan gagang kemoceng. Aku berusaha menahan sakit sambil meneteskan air mata. Dan pada keesokan harinya tepatnya pada pukul 14.00, aku bersama ayah dan ibuku berangkat menuju ke Enrekang. Karena pada hari berikutnya, aku akan berangkat ke Makassar. Di tenga perjalanan menuju ke Enrekang, aku sempat diguyur hujan. Karena aku dan ayahku bersama naiksepeda motor, sedangkan ibuku sendiri menaiki mobil. Kami sampai di Panette’ pada pukul 17:30.
Keesokan harinya tepatnya pada tanggal 3 April 2004, kamipun berangkat ke Makassar dengan menaiki mobil panter. Dan kami sampai di Makassar pada pukul 13.00 siang. Dan kami menginap di Rumah sepupuku di JL. Batua raya Makassar. Ketika malam harinya, mimpi yang sebelumnya aku alami di Enrekang dulu ternyata datang kembali menghiasi tidurku. Tapi kali ini lain. Aku bermimpi mengenakkan tas ransel berwarna hitam, dan aku mengenakkan pakaian seragam putih merah. Aku sedang berjalan menuju kelasku. Pada saat perjalananku menuju kelas, tiba-tiba adzan subuh berkumandang. “Bangun, Shalat!” kata ayahku sambil mengguncang-guncang tubuhku. ‘a................... apa ini udah subuh?” tanyaku sambil mengangkat bahu. “Apa itu kau ngak dengar suara adzan?” Tanya ayahku lagi. “ummmm........... ya..... “ kataku sambil berjalan menuju kamar mandi. Setelah Shalat subuh, aku sempat duduk di ruangan tamu sambil menghirup udara segar. “Gimana perasaan kamu hari ini?” tanya ibuku sambil meletakkan teh hangat di depanku. “Ayolah kan hari ini mau masuk Asrama! Semangat dong”. Kata ayahku sambil mengemasi baju-bajuku. “u............. OK deh ma pa, aku bakal janji akan tetap jaga diri baik-baik kalau aku udah masuk Asrama. Aku bakal sekolah baik-baik”. Kataku sambil menyeduh teh di meja. “Dan ingat, jangan nakal-nakal di sana ya nak!” lanjut  ibuku seraya melangkah ke dapur.
Pada  sore harinya, dengan diantar oleh ayahku, kakak sepupuku dan ibuku aku berangkat dari Batua Raya menuju ke SLB-A YAPTI. Waktu itu jalanan amat sedikit licin karena hujan sempat mengguyur kota Makassar. Kami berangkat dengan menaiki Mobil Taksi. Beberapa menit kemudian, kamipun sampai di YAPTI. Dengan diantar oleh Pak Ishak, kamipun menuju ke sebuah kamar yang terletak di sebelah barat bagian bawa. “Nah, di sinilah kamar kamu!. Kata pria yang menjabat sebagai pengelola harian panti guna YAPTI itu. Setelah beberapa lama kemudian, datanglah seorang pria lain yaitu DRS. HJ. Darma Pakilaran yang pada saat itu menjabat sebagai kepala panti. “Perkenalkan ini kepala panti”. Kata salah satu binaan yang bernama Hamzah. Sambil tersenyum, pria setengah tua itu menjabat erat tanganku. Beberapa lama kemudian, ayahku, sepupuku dan ibuku berpamitan untuk pulang. Sambil memelukku, mereka tak henti-hentinya menyemangatiku. “rajin-rajinko belajar nak, dan janganko nakal”. Begitu pesan ayahku sambil memegang tanganku. “Insya Allah saya akan tetap menjaga anakta”. Ucap Pak Ishak sambil berjalan keluar kamar yang menjadi kamar tinggalku.
            “Allahu Aqbar, Allahu Aqbar”. Sayup-sayup terdengar suara adzan dari Mushallah asrama. Dengan dibimbing oleh Fadli, salah satu teman dari kamar lantai 2, aku berjalan sampai akhirnya kamipun tiba di Mushallah.

1 komentar:

  1. Salam kenal Ade Saputra. Tetap berkabar lewat tulisan. Bisa berkunjung juga di blog kami www.kabarcemas.blogspot.com

    BalasHapus