Hari minggu tepatnya tanggal 28 Desember 2014, Indonesia kembali dikejutkan dengan jatuhnya sebuah pesawat yang hendak bertolak dari Surabaya menuju ke Singapura. Pesawat tersebut merupakan pesawat andalan Indonesia yaitu Pesawat Airasia.. Saat mendengar berita tersebut, saya kembali teringat akan berita tentang jatuhnya pesawat Adamair yang terjadi pada akhir 2007 yang lalu. Dan kini akhir 2014 ini ditutup dengan peristiwa jatuhnya pesawat air asia. Menurut informasi yang saya dengar, sampai saat ini pesawat tersebut masih dilacak keberadaannya oleh gabungan tim sar bersama kepolisian.. Berita tersebut sangat memberikan isyarat kepada kita semua bangsa Indonesia, betapa tidak donesia kini usianya sudah semakin tua, dan telah dilumuri oleh banyak bencana yang selalu menghadang. Berita ini juga memberikan pelajaran kepada kita semua khususnya umat islam, bahwa ajal bisa kita temui di mana saja. Contohnya di atas pesawat. Kita tahu bahwa jatuhnya pesawat tersebut merengut nyawa beribu-ribu penumpang yang secara kebetulan menggunakan jasa pesawat tersebut. Jadi melalui tulisan saya ini marrilah kita bersama mendo'akan saudara-saudara kit, semoga kepergiaannya mendapat ketabahan dari Allah SWT, dan keluarga yang ditinggalkan mendapat kesabaran.
Senin, 29 Desember 2014
TINJAUAN PENULIS TENTANG JATUHNYA PESAWAT AIRASIA
Minggu, 28 Desember 2014
PERBEDAAN ANTARA JAWS DAN NVDA OLEH: ADE SAPUTRA
Setiap orang
pasti mempunyai keinginan yang berbeda-beda. Begitupun dalam penguasaan
teknologi, pastilah setiap orang memiliki keinginan untuk menguasinya. Hal ini
mereka lakukan agar mereka tidak ketinggalan dalam penguasaan teknologi
tersebut. Saya secara pribadi adalah salah seorang konsumen dalam hal
teknologi.. Meskipun saya adalah seorang tunanetra, saya tidak mau ketinggalan
dalam penguasaan teknologi tersebut. Teknologi yang saya maksud adalah
teknologi computer. Bagi saya selaku tunanetra untuk menguasai teknologi
computer, terutama dalam membuka program-program computer, saya harus
menggunakan sebuah program pembaca layar yang dalam bahasa computer dikenal
dengan istilah scream reader. Setahu saya ada beberapa jenis Scream reader . Seperti
auts foken, windows I, kee not, , jaws dan NVDA. Tetapi dalam tulisan saya ini,
saya hanya akan membahas tentang kedua Scream reader yang banyak digunakan oleh
tunanetra kebanyakan yaitu jaws dan NVDA. Mengapa kedua software pembaca layar
ini saya gunakan sebagai objek dan referensi dalam tulisan saya ini? Karena
selama saya menekuni dunia computer cumin kedua software pembaca layar tersebut
yang saya sering gunakan. OK kita langsung saja ke intinya.
Pertama-tama,
saya akan membahas tentang Jaws. Jaws merupakan singkatan dari Job access with
speech Software ini merupakan produk dari Freedom Scientific (Amerika serikat)..
Software ini diproduksi setiap sekali dalam setahun. Ada beberapa versi jaws
mulai dari jaws 4, jaws 4.5, dan sampai sekarang telah dikeluarkan jaws 16.
Dari segi keaccesiblenya, software ini sangat membantu tunanetra. Dan hamper
semua menu-menu dan program-program yang sering dibuka dalam computer mampu
dibaca. Misalnya kita membuka program Microsoft word, maka bila kita
mengetikkan sebuah tulisan, maka jaws akan membacakan apa yang kita ketik. Untuk
mendapatkan software tersebut, para tunanetra harus membelinya, dengan harga
yang sangat mahal. Dan untuk menggunakannya, haruslah melalui sebuah proses
pemasangan yang dikenal dengan istilah proses instalasi di computer yang
memenuhi syarat. Sekarang saya akan membahas tentang NVDA. NVDA adalah
singkatan dari non visual desktop accessible. Software ini diproduksi di
Australia. Dari segi keaccessiblelannya, software ini juga mampu membaca
menu-menu dan program-program yang kita buka. Tetapi kekurangannya, software
ini tidak menyebutkan beberapa tombol keaboard. Misalnya bila kita menekan
tombol escape, maka NVDA tidak menyebutkannya. Beda dengan JAWS, bila kita
menekan tombol perintah yang ada di keaboard, maka jaws akan menyebutkan tombol
yang kita tekan. Dan untuk mendapatkan software NVDA, maka para tunanetra dapat
mendownloadnya secara gratis di www.nvaccess.com.
Saya sendiri
merasa sangat bersyukur, bisa mempelajari kedua software pembaca layar ini.
Untuk jaws, saya mempelajarinya pada saat saya mengikuti pelatihan computer
pada tahun 2005, sedangkan pada tahun 2013, saya mulai diperkenalkan dengan
software NVDA. Dengan kedua software itulah, para tunanetra termasuk saya bisa
melakukan aktifitas menulis, browsing di internet dan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan computer tanpa hambatan.
Sebagai
akhir dari tulisan saya ini, saya hanya berpesan kepada semua yang sempat
membaca tulisan saya tentang perbedaan kedua software pembaca layar yang telah
saya sebutkan di atas, janganlah kita mempergunakan teknologi dalam hal-hal
yang negative, tapi pergunakanlah teknologi dalam hal-hal yang positif.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa bila kita mempergunakan teknologi ke
hal-hal yang negative, maka hasil yang kita peroleh adalah hasil yang negative.
Bila kita mempergunakan teknologi ke hal-hal yang positif, maka hasil yang kita
peroleh adalah positif.
BERKACA DARI NOVEL MATA KEDUA DAN HATI KEDUA OLEH: ADE SAPUTRA
beberapa bulan yang lalu, saya sudah sempat membaca dua novel karangan Ramaditia adikara yaitu novel mata kedua dan hati kedua. Saya sangat bersedih campur gemberi pada saat membaca novel tersebut. Pada novel mata kedua, mengisahkan seorang tunanetra yang menempuh pendidikan di salah satu SMA negeri. Meskipun ia adalah seorang tunanetra, ia mempunyai semangat yang selalu dia tanamkan dalam hatinya bahwa tunanetra juga bisa menempuh pendidikan bersama dengan orang-orang normal. Dan dia juga mempunyai sahabat yang bernama rara. dengan kegigihan yang ia punyai, Rarapun dengan senang hati mau menjadi mata kedua bagi rama. Setiap hari Rara membantu rama merekam pelajaran-pelajaran karena barang langkah bagi rama adalah satu buah tape rekorder. Tapi apalah daya manusia hanyua merencanakan, tuhan jualah yang menentukan. Rara harus berpulang menghadap Allah yang maha kuasa. Rama sangat sedih melepas kepergian sahabatnya itu. Dalam novel tersebut juga, dikisahkan bagaimana rama diperhadapkan dengan cemoohan dari teman-temannya dan gurunya. Tetapi dengan semangat, Rama mampu membuktikan bahwa dirinya bisa melaluli tantangan dan rintangan tersebut. Sedangkan dalam novel hati kedua, mengisikahkan seorang perempuan bernama Rara. Meskipun ia mengidap penyakit tumor otak, Ia masih bisa mengerjakan semua pekerjaannya. Memang, rara mempunyai pekerjaan memperbaik barang-barang elektronik yang rusak, namun karena tumor otak, orangtuanya melarangnya untuk melakukan pekerjaan tersebut dan ia memilih untuk beristirahat. Ketika ia masuk SMA, ia bertemu dengan salah seorang tunanetra yang identitasnya sudah saya sebutkan di atas. Iapun dengan sukarela membantunya dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya dan ia dengan senang hati merekam buku-buku mata pelajaran untuk rama. Yang jelas kedua novel tersebut telah memberikan inspirasi bagi saya secara pribadi, bahwa untuk tunanetra yang bersekolah di sekolah umum, tunanetra harus membutuhkan bala bantuan dari teman-temannya yang awas (non tunanetra) untuk membacakan bukunya, dan bagi teman-teman yang memiliki mata yang sempurna, bantulah para tunanetra yang bersekolah di sekolah umum untuk memperoleh mata pelajaran. Bantuan yang harus dilakukan adalah membacakan tulisan yang ada di papan tulis, mendampingi bila ada ujian smester, dan membantunya dalam hal lain. Dan bagi para guru, perlakukanlah tunanetra secara baik.
Jangan Bedakan Kami OLEH: Ade Saputra
TIAP-TIAP warga negara berhak dan wajib memperoleh pendidikan
dan penghidupan yang layak. Itulah isi pasal 31 ayat
1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Adapun maksud dari
pasal dan ayat di atas adalah bahwa setiap warga Negara Indonesia
berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan yang dimaksud
adalah bersekolah, mulai dari Sekolah dasar (SD), sekolah
menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas(SMA), atau
sekolah menengah kejuruan (SMK), dan perguruan tinggi.
Lantas bagaimana dengan penyandang disabilitas? Haruskah
juga orang-orang seperti ini perlu menempuh pendidikan?
Bila kita mencoba menjawab pertanyaan di atas, maka kita
menjawabnya dengan pernyataan “Ya”.
Lantas di mana mereka harus disekolahkan? Untuk para penyandang
disabilitas yang menempuh pendidikan mulai dari
tingkat SD sampai SMP, mereka harus disekolahkan di sekolah
luar biasa (SLB). Sedangkan bagi mereka yang berniat ingin
melanjutkan pendidikan di tingkat jenjang yang lebih tinggi,
mereka dapat melanjutkannya di sekolah dan perguruan tinggi,
baik negeri maupun swasta.
Sepanjang pengetahuan saya, sudah banyak penyandang disabilitas
yang telah berhasil menyelesaikan pendidikannya mulai
dari tingkat SD sampai perguruan tinggi. Bahkan sudah banyak
penyandang disabilitas yang sudah menjadi pegawai negeri
sipil (PNS). Salah satu contoh penyandang disabilitas yang telah
berhasil hingga saat ini adalah para penyandang disabilitas yang
mengalami kelainan pada mata (disabilitas netra). Saat ini sudah
banyak disabilitas netra telah menyelesaikan pendidikannya,
dan sampai saat ini sudah ratusan bahkan ribuan disabilitas netra
yang menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Ada yang menjadi guru di sekolah umum, ada juga yang
bekerja di instansi pemerintah baik pemerintah pusat maupun
daerah. Ini merupakan hasil perjuangan dari sebuah organisasi
yang memperjuangkan hak-hak kaum penyandang disabilitas
netra. Organisasi tersebut bernama Persatuan Tunanetra Indonesia
(PERTUNI).
Organisasi ini berpusat di Jakarta, dan memiliki dewan pen-
gurus daerah dan dewan pertimbangan daerah yang berkedudukan
di masing-masing provinsi, dan memiliki dewan pengurus
cabang dan dewan pertimbangan cabang di kabupaten/kota.
Dengan segala program kerja yang telah dilaksanakan oleh PERTUNI,
kini para disabilitas netra telah sedikit demi sedikit terbebas
dari sikap sinis, apriori, dan diskriminatif. Lantas, apakah
tantangan dan halangan yang sering dihadapi oleh penyandang
disabilitas netra? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka
simaklah apa yang akan saya tulis berikut:
Sepanjang yang saya tahu, masih banyak sekolah-sekolah,
perguruan tinggi, bahkan instansi pemerintah yang masih
melakukan tindakan diskriminasi terhadap kaum penyandang
disabilitas netra. Salah satu contohnya adalah apa yang terjadi
baru-baru ini, dimana pemerintah pusat melalui Kementerian
Pemberdayagunaan Aparatur Negara (KEMENPAN), memberikan
kuota CPNS bagi penyandang disabilitas sebanyak 30%, dan
2% di antaranya diberikan kepada penyandang disabilitas netra.
Salah satu instansi pemerintah yang masih kurang peduli
terhadap kaum disabilitas adalah pemerintah Sulawesi Selatan.
Ada beberapa orang disabilitas netra yang memasukkan berkasnya
untuk mengikuti tes CPNS. Akhirnya KEMENPAN
mengeluarkan surat edaran yang isinya mengatakan bahwa disabilitas
netra tidak dapat mengikuti tes CPNS, dikarenakan penyandang
disabilitas netra bukan penyandang disabilitas tubuh.
Setelah diadakan negosiasi antara para disabilitas netra dengan
pihak-pihak yang menyelenggarakan tes CPNS, yang didapatkan
adalah kebohongan semata. Bahkan Panitia CPNS tersebut mengatasnamakan salah satu panti sosial yang bertempat di JL. Peterani Makassar. Setelah diadakan pembicaraan via telepon dengan pengoloa panti tersebut, ia mengatakan bahwa panitia CPNS tidak pernah menghubungi pihak panti tersebut. Padahal sudah dikatakan
bahwa setiap warga Negara Indonesia termasuk penyandang disabilitas,
wajib dan berhak menempuh pendidikan yang setinggitingginya.
Jadi, melalui tulisan ini, saya menitipkan harapan kepada
Pemerintah Republik Indonesia terkhusus Pemerintah Sulawesi
Selatan, berikanlah kesempatan kepada kami para penyandang
disabilitas pada umumnya, dan penyandang disabilitas netra
pada khususnya, untuk bersaing secara sehat dalam mengikuti
tes CPNS.
Ingatlah bahwa kami selaku para penyandang disabilitas
adalah manusia yang dilahirkan ke muka bumi ini untuk dapat
melakukan hal-hal yang sama dengan orang-orang normal pada
umumnya. Dan ingatlah pula, bahwa jabatan adalah amanah dari
Tuhan Yang Maha Kuasa. Janganlah sekali-kali menghkianati jabatan
yang diamanahkan oleh Tuhan.
dan penghidupan yang layak. Itulah isi pasal 31 ayat
1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Adapun maksud dari
pasal dan ayat di atas adalah bahwa setiap warga Negara Indonesia
berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan yang dimaksud
adalah bersekolah, mulai dari Sekolah dasar (SD), sekolah
menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas(SMA), atau
sekolah menengah kejuruan (SMK), dan perguruan tinggi.
Lantas bagaimana dengan penyandang disabilitas? Haruskah
juga orang-orang seperti ini perlu menempuh pendidikan?
Bila kita mencoba menjawab pertanyaan di atas, maka kita
menjawabnya dengan pernyataan “Ya”.
Lantas di mana mereka harus disekolahkan? Untuk para penyandang
disabilitas yang menempuh pendidikan mulai dari
tingkat SD sampai SMP, mereka harus disekolahkan di sekolah
luar biasa (SLB). Sedangkan bagi mereka yang berniat ingin
melanjutkan pendidikan di tingkat jenjang yang lebih tinggi,
mereka dapat melanjutkannya di sekolah dan perguruan tinggi,
baik negeri maupun swasta.
Sepanjang pengetahuan saya, sudah banyak penyandang disabilitas
yang telah berhasil menyelesaikan pendidikannya mulai
dari tingkat SD sampai perguruan tinggi. Bahkan sudah banyak
penyandang disabilitas yang sudah menjadi pegawai negeri
sipil (PNS). Salah satu contoh penyandang disabilitas yang telah
berhasil hingga saat ini adalah para penyandang disabilitas yang
mengalami kelainan pada mata (disabilitas netra). Saat ini sudah
banyak disabilitas netra telah menyelesaikan pendidikannya,
dan sampai saat ini sudah ratusan bahkan ribuan disabilitas netra
yang menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Ada yang menjadi guru di sekolah umum, ada juga yang
bekerja di instansi pemerintah baik pemerintah pusat maupun
daerah. Ini merupakan hasil perjuangan dari sebuah organisasi
yang memperjuangkan hak-hak kaum penyandang disabilitas
netra. Organisasi tersebut bernama Persatuan Tunanetra Indonesia
(PERTUNI).
Organisasi ini berpusat di Jakarta, dan memiliki dewan pen-
gurus daerah dan dewan pertimbangan daerah yang berkedudukan
di masing-masing provinsi, dan memiliki dewan pengurus
cabang dan dewan pertimbangan cabang di kabupaten/kota.
Dengan segala program kerja yang telah dilaksanakan oleh PERTUNI,
kini para disabilitas netra telah sedikit demi sedikit terbebas
dari sikap sinis, apriori, dan diskriminatif. Lantas, apakah
tantangan dan halangan yang sering dihadapi oleh penyandang
disabilitas netra? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka
simaklah apa yang akan saya tulis berikut:
Sepanjang yang saya tahu, masih banyak sekolah-sekolah,
perguruan tinggi, bahkan instansi pemerintah yang masih
melakukan tindakan diskriminasi terhadap kaum penyandang
disabilitas netra. Salah satu contohnya adalah apa yang terjadi
baru-baru ini, dimana pemerintah pusat melalui Kementerian
Pemberdayagunaan Aparatur Negara (KEMENPAN), memberikan
kuota CPNS bagi penyandang disabilitas sebanyak 30%, dan
2% di antaranya diberikan kepada penyandang disabilitas netra.
Salah satu instansi pemerintah yang masih kurang peduli
terhadap kaum disabilitas adalah pemerintah Sulawesi Selatan.
Ada beberapa orang disabilitas netra yang memasukkan berkasnya
untuk mengikuti tes CPNS. Akhirnya KEMENPAN
mengeluarkan surat edaran yang isinya mengatakan bahwa disabilitas
netra tidak dapat mengikuti tes CPNS, dikarenakan penyandang
disabilitas netra bukan penyandang disabilitas tubuh.
Setelah diadakan negosiasi antara para disabilitas netra dengan
pihak-pihak yang menyelenggarakan tes CPNS, yang didapatkan
adalah kebohongan semata. Bahkan Panitia CPNS tersebut mengatasnamakan salah satu panti sosial yang bertempat di JL. Peterani Makassar. Setelah diadakan pembicaraan via telepon dengan pengoloa panti tersebut, ia mengatakan bahwa panitia CPNS tidak pernah menghubungi pihak panti tersebut. Padahal sudah dikatakan
bahwa setiap warga Negara Indonesia termasuk penyandang disabilitas,
wajib dan berhak menempuh pendidikan yang setinggitingginya.
Jadi, melalui tulisan ini, saya menitipkan harapan kepada
Pemerintah Republik Indonesia terkhusus Pemerintah Sulawesi
Selatan, berikanlah kesempatan kepada kami para penyandang
disabilitas pada umumnya, dan penyandang disabilitas netra
pada khususnya, untuk bersaing secara sehat dalam mengikuti
tes CPNS.
Ingatlah bahwa kami selaku para penyandang disabilitas
adalah manusia yang dilahirkan ke muka bumi ini untuk dapat
melakukan hal-hal yang sama dengan orang-orang normal pada
umumnya. Dan ingatlah pula, bahwa jabatan adalah amanah dari
Tuhan Yang Maha Kuasa. Janganlah sekali-kali menghkianati jabatan
yang diamanahkan oleh Tuhan.
Langganan:
Postingan (Atom)